Like Box

Selasa, 22 November 2016

Cerita Ini Menunjukkan Betapa Profesionalnya Para Anggota Warkop DKI

Agen Poker Asia

Sebagai sebuah grup komedi, kami saling mendukung satu sama lain. Sikap ini juga kami tekankan pada anak-anak kami. "Om Kasino dan Om Dono itu ikut memberi makan kalian semua, lho," kataku pada anak-anakku. "Makanya, kalian harus hormat dan sayang pada mereka." Ya, hubungan kami memang sudah seperti keluarga sendiri. Sangat akrab dan tak ada basa-basi. Bahkan, seringkali kami sudah saling tahu apa yang hendak dikatakan sebelum yang bersangkutan ngomong.

Namun, tiada gading yang tak retak. Seakrab-akrabnya hubungan dengan orang lain, pasti pernah ada konflik yang melanda. Begitu juga dengan kami. Tahu enggak, Mas Kasino dan Mas Dono pernah tidak saling bicara tiga tahun lamanya?
Keduanya pernah saling tidak bertutur sapa selama hampir tiga tahun. Indro enggan merinci siapa yang pertamakalinya ngambek namun masalah itu dipicu oleh ucapan Kasino yang kebablasan terhadap Dono karena mengetik terlalu keras sehingga secara spontan Kasino ngomong kalau mengetik jangan pakai gigi.

"Karena memang Dono mempunyai kebiasaan menulis, almarhum Kasino sampai hapal betul suara ketikan Dono karena sangat keras. Mungkin karena spontan langsung nyeletuk, kalau ngetik pake tangan gak pakai gigi," ungkap Indro.

Akar pertikaiannya sebenarnya sederhana saja. Sebagai seniman sejati, Mas Dono ingin bisa
berekspresi lewat berbagai pentas seni. Salah satunya adalah menyutradarai teledrama Balada Paijo. Namun, Mas Kasino menganggap langkah Mas Dono ini menyalahi strategi pemasaran Warkop.

Menurut Mas Kasino, yang memang paling jeli otak jualannya, apa yang dilakukan Mas Dono sama saja dengan mengumbar Warkop. Mas Dono sendiri tidak bisa menerima pendapat Mas Kasino. Dua-duanya sama-sama keras mempertahankan pendapat. Akhirnya, persoalan ini diselesaikan dengan cara khas Jawa yaitu jothakan alias saling mendiamkan.

Yang jadi pokok permasalahan di perselisihan ini adalah sifat. Menurut Indro, Kasino itu sifatnya bos banget. Dia tuh semuanya tertata. Strategi pemasarannya, seperti apa kita harus bersikap, penentuan harga. Makanya sampai sekarang Warkop itu nggak punya musuh.
Cerita Ini Menunjukkan Betapa Profesionalnya Para Anggota Warkop DKI

Sedangkan Dono menurut Indro adalah seorang seniman sejati. Dia dosen, orang yang suka berbagi. Nggak ada hitung-hitungannya. Dia kalau lagi meledak-meledak, ya meledak-meledak.
Inti perselisihan tersebut adalah, Dono itu seniman dan Kasino pengusaha. Kalo orang bilang, kedua jenis ini susah untuk dipertemukan. Kalau pengusaha menguasai seniman, merasa mereka dikuasai kapitalis. Sementara pengusaha nggak bisa dikuasai seniman.

Tapi begitu Kasino sadar betul dia di Warkop menjadi seperti ini, tidak ada apa-apanya tanpa Dono dan Indro. Dono juga dengan segala kesadaran tidak ada apa-apanya tanpa Kasino dan Indro. Akhirnya mereka berbaikan dan mengatasi segala perbedaan mereka.

Agen Domino Asia

Pada waktu Kasino ada masalah dengan Dono selama tiga tahun, Jangan dipikir mereka jadi benci. Indro menuturkan bahwa pada saat itu, apabila ada yang menjelek-jelekkan Dono didepan Kasino, kasino akan marah. Begitu juga sebaliknya. Dan, kalau Mas Kasino mendengar Mas Dono sedang sakit, ia pasti bilang padaku, "Ndro, tolong tengokin Mas Dono, ya! Kasih tahu aku, bagaimana kabar dia." Begitu juga sebaliknya. Sungguh suatu team yang solid dan bisa kita katakan bersama bahwa Warkop DKI adalah sebuah team yang profesional.

Untungnya, sikap saling mendiamkan ini tidak tampak dalam pekerjaan sehari-hari. Saat syuting atau tampil di atas panggung, mereka berdua tetap berkomunikasi dan menghasilkan lawakan segar. Itu sebabnya, tak banyak orang tahu tentang perselisihan ini. Bahkan menurut Indro, istri Dono dan Kasino pun tidak tahu bahwa mereka sedang berantem.

Lama-lama aku tak tahan dengan gerakan tutup mulut ini. Bayangkan, tiga tahun lamanya aku berada di antara orang yang saling mendiamkan. Lama sekali, kan? Akhirnya aku capek. Aku nekat muncul sendirian. Hampir setiap kali bank di Jakarta punya acara, aku jadi MC-nya.
Sengaja, aku cuek pada Mas Dono, Mas Kasino dan perkembangan Warkop. Untung, akhirnya mereka sadar bahwa yang kulakukan itu adalah bentuk protes terhadap mereka.

Kami bertiga lalu sepakat untuk membicarakan masalah ini di Sroto Sokaraja, Pasar Seni, Ancol, tempat nongkrong favorit kami bertiga.

Di tempat itu, kami kembali mengingat betapa kami ini bukan apa-apa tanpa Warkop. Seorang Indro pun belum tentu bisa jadi begini tanpa Mas Dono dan Mas Kasino. Begitu juga Mas Dono dan Mas Kasino. Didera rasa haru, rindu dan sesal, kami bertiga pun bertangis-tangisan. Sudah dapat dipastikan bahwa esok harinya, kami berangkat kerja dengan semangat baru!



0 komentar:

Posting Komentar